Catatan * Mursyid Sonsang
Nurdin Hamzah. Sebuah tapak sejarah keharuman Jambi. Saudagar kaya yang kedermawanannya sohor hingga ke pelosok negeri. Kisah kejayaan NH menjadi isi pesan motivasi bagi sebagian orang tua di kampung – kampung kepada anaknya.
Korea sejati, meminjam istilah Bambang Pacul, politisi PDIP, penggambaran tentang orang yang berangkat dari zero kemudian men tasbihkan posisinya di puncak status sosial, tak berlebihan disematkan pada sosok NH.
Kebesaran nama NH kian kokoh ketika anak sulungnya Zulkifli Nurdin memutuskan masuk ke dunia politik. Di awal reformasi, pada 1999 akhir, ZN berhasil mengalahkan Hasip Kalimuddin Syam, birokrat yang lebih dahulu terjun ke politik sebagai wakil gubenrnur incumbent.
Kemenangan ZN di forum pemilihan oleh DPRD Provinsi Jambi itu menghasilkan komposisi ZN sebagai gubernur dan Hasip sebagai wakil gubernur bersama Uteng Suryadiyatna.
Dua periode memimpin Jambi, ZN dikenal sebagai pemimpin kharismatik. Langkah politiknya tak hanya di kancah gubernuran. Ia merambah kabupaten kota dengan menempatkan kader – kadernya sebagai kepala daerah.
Namun, kekuatan ZN kala itu sungguh tak bisa lepas dari peran adiknya; Hazrin Nurdin. Sosok saudagar laksana sang ayah. Namanya membayangi sang kakak tertua. Tanpa HN capaian ZN tak kan sekuat seperti yang terlihat.
Sudah menjadi rahasia umum jika HN turun gunung maka berat bagi siapapun melawan kandidat yang ia dukung. HN di awal karir politik tergabung di partai Golkar. Kemudian ia berlabuh ke PAN setelah sang kakak meninggalkan kursi gubernur sekaligus Ketua DPW PAN.
Hanya beberapa tahun HN menjadi Ketua DPW PAN, Zumi Zola menggantikannya yang ketika itu menjabat Bupati Tanjabtim. Persiapan Zola masuk gelanggang pilgub menantang Hasan Basri Agus (HBA) sebagai incumbent. Proyeksi itu berhasil, Zola dengab telak mengalahkan HBA.
Meski tak pernah berada di posisi eksekutif maupun legislatif, Hazrin sang juragan sejatinya pondasi utama singgasana poltik trah Nurdin Hamzah.
Kebesaran tuah NH tetiba seperti runtuh tatkala Zola yang merupakan putera mahkota ZN dipaksa KPK turun di tengah jalan. Terjerat kasus gratifikasi yang membawa Zola ke penjara beserta beberapa pejabat Pemprov Jambi dan puluhan anggota DPRD Provinsi Jambi.
Sebuah pukulan keras yang meluluhlantakkan kemuliaan keluarga yang sudah ratusan ribu orang memberi zakat dan jasa baik lainnya kepada masyarakat Jambi.
Kini, setelah 25 tahun kiprah politik keluarga saudagar dermawan Nurdin Hamzah, yang tak luput dari masa surut, harapan kebangkitan itu mulai diperjuangkan lagi.
Kali ini Hazrin Nurdin yang selalu berada di belakang panggung tampil langsung melalui putranya Diza Aljosha Hazrin. Ia menaruh harapan bangkitnya nama baik trah Nurdin. Dizza maju sebagai calon wakil walikota Jambi mendampingi Maulana yang elektabilitasnya disebut jauh meninggalkan calon lawan.
Di waktu bersamaan, kemenakan HN, adik Zumi Zola, Zumi Laza juga menaruhkan peruntungan di Tanjung Jabung Timur. Daerah batu loncatan kakaknya sebelum jadi gubernur Jambi 2015 silam.
Hazrin mungkin akan terjun memperjuangkan dua keturunan NH di Pilkada serentak kali ini sebagaimana ia dahulu piawai memenangkan kandidat yang didukung keluarga NH. Tidaklah berat bagi seorang saudagar sekelas Hazrin bertarung di dua wilayah tempur sekaligus.
Tetapi, Hazrin pasti juga tak lupa bahwa semasa mendiang ZN masih ada ia tak pernah jadi matahari. Ia hanya penopang.
Kini putra mahkotanya sendiri sedang merajut jalan mulianya. Dari segi kapasitas, putra HN Diza figur yang clear. Ia milenial yang berpergaluan luas dengan bekal kompetensi mumpuni.
Pengusaha muda yang memimpin HIPMI Jambi. Jauh dari kesan karbitan sekedar mengandalkan nama besar NH. Ia sosok milenial sempurna yang terbukti membuat Maulana sebagai kandidat terkuat di pilwako Jambi terpincut.
Di sudut lain, Zumi Laza, sang keponakan bertarung di Pilbup Tabjabtim meski lawannya tidaklah ringan. Laza harus bisa mengalahkan Dilla Hich, sosok politisi kuat yang punya basis masa dan dukungan luas.
Yang terang saat ini potensi kemenangan jauh lebih besar di garis tangan Diza. Merujuk sejumlah rilis survey, Maulana yang ia dampingi sudah mengantongi potensi kemangan di atas 60 persen. Sedangkan Laza sepupunya masih jauh tertinggal dari Dilla Hich.
Melihat kenyataan itu HN harus fokus memenangkan Diza. Dan tidak cawe cawe langsung di Tanjabtim. Harus memilih skala prioritas untuk kepentingan politik jauh ke depan.
HN harus mengerahkan segala potensinya dari materi yang berlimpah, jaringan yang luas untuk memenangkan Diza.
Proyeksi Diza ini jauh ke depan, wakil walikota ini sebagai “universitas” belajar jadi pemimpin dan belajar sebagai pelayan masyarakat dan paling penting belajar tidak KKN.
Jika kedua trah NH itu sama – sama memenangi pertarungan jelas yang mungkin lebih bersinar di masa depan adalah Laza karena ia kepala daerah, bukan Diza yang cuma wakil kepala daerah. Proyeksi 2029 lebih melihat Laza.
Belum lagi hasrat Zumi Zola yang menggebu untuk bertarung kembali di Pilgub Jambi tahun 2029, setelah hak politiknya kembali pulih.
Akankah demikian ? Semua kembali kepada Hazrin sebagai satu – satunya tokoh sentral di keluarga NH. Ia masih ingin tetap di belakang atau mengambil kesempatan mengukuhkan Diza sebagai matahari baru di trah NH.
Hazrin lah yang tahu persis secara obyektif siapa yang lebih layak mengemban tugas memuliakan kembali nama besar saudagar nan dermawan, Nurdin Hamzah yang melegenda.(*)
Discussion about this post